Kamis, 01 September 2016

CERPEN KASIH SAYANG


CINTA NYATA

Rani adalah seorang siswa yang baru saja duduk di bangku SMA. Ia dikenal sebagai siswa yang periang dan juga religius. Ayahnya telah tiada beberapa bulan yang lalu untuk menghadap sang pencipta. Sekarang, Rani hanya hidup berdua bersama Ibunda yang amat ia cintai.
Segudang embun baru saja terbuka, tiada penerang yang nampak dari ufuk timur. Rani pun pelan – pelan membuka matanya dan nampak seseorang yang penuh cinta ada di hadapannya. Sang ibu-pun segera menghampiri Rani dengan membawa secangkir air putih hangat. Seusai meminum, terdengar lantunan adzan yang membuat hatinya bergetar dan fikiran-pun jauh melayang mengikuti gerak – gerik alunan suara itu. Seperti biasa, Rani-pun bergegas berwudhu dan melangkahkan kakinya menembus dunia nyata dengan tarian angin pagi yang membuat bulu kuduknya berdiri menuju sebuah tempat dimana hatinya menjadi tenang akan mengingatNya. Sholat subuh pun telah usai, dan Rani kembali ke rumahnya yang penuh dengan ribuan kenangan.
Jam dinding telah menunjukan pukul 05.30 WIB. Rani-pun bergegas untuk mengisi perutnya yang keroncongan dengan makanan penuh kasih dan sayang dari Ibundanya. Selepas makan, Rani mengangkat kakinya dan berjalan mengikut alur rumahnya untuk membasahi tubuhnya. Setelah itu, Rani melaksanakan sholat dhuha dan bergegas menuju sekolahnya yang baru.
Ia tak percaya diri untuk menginjakkan kaki di sekolah barunya. Tiba – tiba, kesedihan-pun datang menyelimuti dirinya. Berharap, kesedihan itu lekas sirna oleh cahaya yang datang mengahmpirinya. Satu demi satu kakinya terangkat dan berjalan menyusuri lorong – lorong sekolah dengan suara sepatunya yang menggema menemani langkahnya. Sesampainya di kelas, Rani-pun duduk dibangku depan. Waktu-pun berjalan dan bangku yang kosong di kelasnya terisi penuh oleh orang – orang yang baru ia lihat kecuali bangku disebelahnya, karena siswa dikelasnya berjumlah ganjil. Jam pelajaran-pun dimulai dan perkenalan demi perkenalan berlangsung. “teng..teng..teng..” bunyi bel istirahat pertama telah berbunyi dan menggugurkan aktivitas pembelajaran. Teman – temannya berlarian menuju kantin sekolah seperi semut yang diserbu oleh musuh. Namun, didalam kelas terlihat seorang anak yang sedang duduk sendirian penuh kesedihan. Yah, dia adalah Rani. Ia tak tau harus bagaimana karna tak ada teman yang menemani langkahnya. Ia berubah, dulu sewaktu SMP Rani mempunyai banyak teman. Mungkin, karna kesedihan berat yang ia alami menyebabkan separuh sifatnya hilang kedalam lautan kesedihan. Rani tak punya kemampuan untuk hadir ditengah keramaian. Sesaat ia hadir didalam keramaian, ia merasa seakan akan kesalahan memutari fikirannya.
Suatu hari, terdengar ada seleksi ROHIS di sekolah barunya. Dengan penuh semangat, Rani pun mengikuti seleksi itu. Berharap ia dapat menjadi aktivis ROHIS. Seleksi demi seleksi pun berlangsung, begitu banyak siswa yang mendaftar dalam seleksi itu. Kepercayaa dirinya pun menurun, namun ia mencoba untuk tetap percaya dengan kemampuannya walaupun hal itu sangatlah susah. Akhirnya, seleksi-pun telah usai dan Rani hanya bisa berpasrah serta terus berdoa kepada Allah. Setelah menunggu sekian lama, akhirnya pengumuman-pun tertempel di papan pengumuman sekolah. Namun, Rani tak mengetahui akan pengumuman itu. Bel pulang pun terdengar nyaring di telinganya. Saat ia mau pulang, tiba – tiba teman sekelasnya menghampiri dirinya dan dengan semangat ia mengatakan kalau pengumuman ROHIS telah tertempel di papan pengumuman. Mendengar akan hal itu, fikiran Rani pun pecah dan dengan penuh semangat dan beribu harapan, ia berlari menuju papan pengumuman. Nama demi nama-pun ia telusuri berharap namanya tercantum dalam pengumuman itu. Namun akhirnya, tak sesuai dengan harapannya. Ia tak masuk dalam daftar calon pengurus Rohis, kesedihan pun muncul dalam hatinya. Walaupun kesdihan mulai memasuki lubuk hatinya, ia tetap mecoba membaca dengan ketajaman ketelitian yang tinggi. Ternyata, yang ia baca adalah daftar ikhwan bukan akhwat. Rani-pun berganti membaca tabel dibawahnya, dan menelususri nama demi nama. Alhamdulillah, akhirnya nama Rani tercantum dalam daftar calon pengurus ROHIS akhwat. Ia sangat bersyukur dan tak sabar ingin langsung menuju kerumah memakai pintu kemana saja seperti doraemon agar bisa bertemu dengan orang yang sangat ia cintai.
Hari demi hari berjalan begitu cepatnya. Namun, Rani tetap duduk dibangku yang sama, yaitu paling depan dan sendiri. Ia sangat sedih akan hal itu, namun ia tak bisa menceritakan kepada siapa – siapa karna tak ada teman disampingnya. Sebenarnya ia ingin mengatakan hal yang sebenarnya kepada sang Ibu, namun ia tak tega jika harus menambah beban orang tercintanya. Akhirnya ia pendam kesedihan itu di dalam lubuk hatinya dan mencoba melapisi kesedihan dengan senyuman manis di bibirnya agar tak ada yang tau bahwa ia sedang bersedih. Ia terpaksa berbohong akan hal itu karena ia hanya ingin melihat senyuman dari orang lain di sekelilingnya bukan kesedihan akibat cerita darinya.
Pelantikan pengurus ROHIS pun dimulai. Ia begitu tegang saat berlangsungnya kegiatan itu. Waktu pun terus berjalan dan akhirnya pelantikan pun sirna. Sejak saat itu, Rani telah resmi menjadi anggota pengurus ROHIS di sekolahnya. Begitu senang hatinya, karena keinginan dari dulu telah tercapai. Bunga – bunga pun bermekaran di dalam hatinya, dan ingin sekali kali ia berenang dalam kolam bunga yang indah.
Kumpul ROHIS pertama kali pun dimulai. Ia begitu semangat untuk mengahdirinya, walaupun dengan sisa – sisa tenaga dan fikiran serta perut yang sudah mulai berperang. Saat ia memasuki masjid, terlihat banyak teman – teman baru dihadapannya dan juga kakak kelas yang baru ia kenal. Perkenalan demi perkenalan pun berlangsung, dan setelah itu pembahasan akan program kerja untuk pertama kalinya dimulai dan dipimpin oleh ketua umum ROHIS dibalik pembatas tak tembus pandang.
Keesokan harinya, Rani – pun menjalani aktivitas seperti biasanya dengan penuh semangatdan senyuman yang tertempel pada bibirnya. Ia – pun tetap duduk sendirian. Pernah beberapa kali ia duduk dengan seorang teman, karena teman sebangkunya tidak berangkat sekolah. Di dalam kesehariannya disekolah sering kali aktivitasnya ia lakukan sendiri seperti makan sendiri, ke ke kantin sendiri, ke masjid sendiri dan lain sebagainya. Pernah ia merasa iri dengan teman yang selalu bersama dengan sahabatnya. “ Betapa bahagianya andai aku mempunyai teman yang selalu ada di sampingku. “ ucap rani dalam hati. Rani memang bukanlah teman yang sempurna, namun ia akan selalu berusaha agar menjadi seorang teman yang setia dan peduli. Banyak teman – temannya yang datang jikalau ada suatu keinginan, namun setelah keinginannya terselesaikan temannya – pun pergi jauh meninggalkan Rani sendirian tenggelam dalam lautan kegelapan penuh kesedihan. Mungkin karna terlalu polosnya Rani, sehingga ia mengalami hal seperti itu. Namun, dengan kepolosan yang dimiliki Rani, ia dikenal oleh banyak temannya walaupun mereka tak berani mendekati rani secara langsung.
ROHIS adalah kegiatan yang mengisi waktu luangnya. Ia merasa lebih enjoy dengan teman – teman ROHIS dari pada teman – teman di kelasnya sendiri. Karena, ia merasa bahwa teman – teman ROHIS nya adalah salah satu keluarganya dan mereka saling mengerti satu sama lain. Tak ada rasa sendiri selama di dalam kegiatan ROHIS, tak seperti di kelasnya. Semenjak itu, selama istirahat berlangsung ia seringkali berada di masjid dari pada di kelasnya. Sering ia menangis saat berdoa kepada Allah, sering kali ia meminta agar secercah cahaya mengajaknya berlari menjauhi lautan kegelapan, sering kali ia curhat mengenai masalah hidupnya. Karena dengan hal itu, perasaan Rani – pun tenang. Bagi rani, Allah adalah seorang teman yang selalu ada di sampingnya dan selalu menemani dalam setiap langkahnya.
Bulan demi bulan-pun berlalu, tiba saatnya Rani menghadapi Ulangan Kenaikan Kelas. Ia begitu semangat menjalaninya, dan berusaha dengan giat serta tak lupa untuk selalu berdoa dan mendekatkan diri kepada Allah. Tes demi tes pun telah Rani lalui, ia hanya bisa berpasrah kepada Allah akan hasil yang ia dapatkan. Karena, niat Rani pergi ke sekolah slama ini hanyalah untuk beribadah kepada Allah dan segala nilai yang akan ia dapatkan ia pasrahkan kepada Allah, dan nilai itu akan ia persembahkan untuk Ayahnya, Ibunya, dan semua orang yang ia sayangi yang telah hadir dalam hidupnya.
Hari pembagian raport – pun telah tiba, begitu tegangnya hari itu untuk Rani. Seakan akan kenaikan kelas adalah moment yang paling menakutkan bagi setiap siswa. Nama Rani pun telah terucap oleh wali kelas dan ibunda tercintanya pun segera maju untuk mengambil hasil raport – nya. Rani yang hanya duduk diluar dengan menatap langit biru penuh kerinduan akhirnya terhenti oleh sentuhan tangan lembut malaikat hidupnya. Dengan spontan Rani pun bertaya kepada sang Ibu mengaenai hasil raportnya, namun hanya senyuman yang diberikan oleh sang Ibu. Kemudian, Rani segera membuka hasil raportnya dan ia sangat terkejut. Ternyata nilai raportnya rata – rata adalah A. Ia – pun sangat bersyukur lantas mencium tangan ibundanya dan pulang ke rumah bersama.
Sekarang, Rani pun mengerti bahwa rani tidak lah sendirian. Begitu banyak orang – orang yang mencintai Rani, terutama cinta yang nyata. Yaitu, Cinta Allah, Cinta RasulNya dan cinta Ayah dan Ibu. Kesedihan-pun lambat laun sirna oleh cahaya akibat pancaran cinta nyata. Rani – pun mulai bisa berlari menjauhi lautan kegelapan penuh kesedihan, dan cahaya yang mengajaknya berlari adalah cinta nyata, berkat lantunan doa.
“ Ayah, ini Rani. Rani anakmu. Tak perlu khawatirkan Rani ayah, Rani akan baik – baik disini bersama Ibu.”
  
KARYA
Nama  : Fitrani Hanindya N.
Kelas   : XI IPA 7

No       : 14